Rabu, 02 Januari 2013


JUDUL : MANAJEMEN TATALAKSANA PEMELIHARAAN SAPI POTONG MILIK BAPAK SLAMET DI KECAMATAN GUNUNG PATI KOTA SEMARANG
I.         Latar Belakang
Usaha penggemukan sapi di Indonesia saat ini sangat berkembang dilihat dengan semakin banyaknya masyarakat maupun daerah yang mengusahakan penggemukan sapi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang diikuti peningkatan penghasilan per kapita menjadikan masyarakat semakin menyadari arti gizi yang menyebabkan pergeseran pola makan masyarakat dari mengkonsumsi kabrohidrat ke protein (hewani), berupa daging, telur dan susu. Sapi memberikan peran yang sangat besar (khususnya ternak ruminansia) dalam memproduksi bahan makanan protein hewani yang dibutuhkan bagi peningkatan mutu sumber daya manusia, namun besarnya biaya dalam pakan sangat dirasakan oleh peternak serta lahan penanaman hijauan terus mengalami penurunan. Untuk mendukung produksi sapi harus diupayakan mencari pakan alternatif yang potensial, murah dan mudah didapat serta selalu tersedia.
Sistem pemeliharaan ternak sapi di Indonesia pada umumnya adalah tradisional, dimana pemberian pakan tergantung pada hijauan tanaman pakan ternak yang tersedia di alam dengan sedikit atau tidak ada pakan tambahan.  Hal ini akan menyebabkan produksi sapi rendah. Salah satu untuk mengatasinya adalah dengan memperbaiki kualitas pakan, namun pakan komersil yang berkualitas harganya relatif mahal, disamping itu penggunaan pakan komersil tidak selalu menjamin penambahan pendapatan dari usaha penggemukan tersebut. Maka untuk itu perlu dicari bahan pakan yang relatif murah dan mengandung nilai nutrisi yang baik serta mudah diperoleh.
Tatalaksana pemeliharaan sapi potong meliputi pemilihan bakalan sapi potong, sistem penggemukan, kandang, pakan, pemberian pakan serta minum, sanitasi dan pencegahan penyakit serta tenaga kerja.


II.                     Tujuan
Tujuan dari praktek kerja lapangan ini adalah untuk mengetahui secara langsung tatalaksana pemeliharaan sapi potong dari pemilihan bakalan, sistem penggemukan, perkandangan, sanitasi dan pencegahan penyakit, kebutuhan ternak, pemberian pakan dan minum ternak hingga tenaga kerja di peternakan arum sari Kec Gunung pati kota semarang.
III.              Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari praktek kerja lapangan adalah dapat mengetahui setra mendalami materi tentang tatalaksana pemeliharaan sapi potong, sehingga mendapat tambahan wawasan dan ketrampilan selain pembelajaran di perkuliahan.
IV.                  Tinjauan Pustaka
4.1.            Sapi Potong

Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi pedaging adalah seperti berikut: tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa, efisiensi pakannya tinggi (Santosa, 1995). Menurut Abidin (2006) sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara ntuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi-sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan badan ideal untuk dipotong.

4.2.            Sistem Penggemukan
Program penggemukan merupakan suatu program yang menonjol kekhususannya dalam industri daging(beef). Tujuan penggemukan adalah untuk memperbaiki kualitas karkas/daging (Susilorini, 2008). Berbagai cara penggemukan yang telah lama muncul dan berkembang di berbagai negara maju dan sampai saat ini masih dilaksanakan oleh peternak adalah dry lot fattering, pasture fattering dan sistem kereman (Sugeng, 1998).
Pasture fattening ialah cara penggemukan yang dilakukan dengan jalan menggembalakan di padang rumput (pasture) yang luas. Penggemukan secara ini hanya dapat dilakukan di daerah yang mempunyai padang rumput yang luas dan rumput yang berkualitas baik tiap areal ditemtukan daya tampungnya dan lamanya
Dapat digembalai (carrying capacity) sehingga tidak terjadi overgrazing (Sostroamidjojo, 1997). Dijelaskan lebih lanjut oleh Rianto dan purbowati (2010) yang menyatakan bahwa sistem pemeliharaan pasture fattening labih murah dibanding drylot fattening karena biaya pakan dan tenaga kerja yang dibutuhkan tidak terlalu banyak namun waktu yang dibutuhkan oleh sapi untuk mencapai bobot badan yang diinginkan lebih lama.
.
Sistem penggemukan yang ketiga adalah kombinasi dari pasture fattening dan drylot fattening. Penggemukan sistem ini dilakukan dengan dua cara yaitu pada musim penghujan saat hijauan berlimpah, sapi digembalakan di padang rumput.  Sementara pada musim kemarau, sapi dikandangkan dan dipelihara sacara drylot fattening (Rianto dan purbowati, 2010).

4.3.            Perkandangan
Kandang sebagai tempat tinggal sapi pada sepanjang waktu harus diperhatikan oleh peternak. Bangunan kandang sebagai salah satu faktor lingkungan hidup ternak harus bisa memberikan jaminan hidup yang sehat dan nyaman, sesuai dengan tuntutan hidup mereka (Sugeng dan Sudarmono, 2008). Alasan utama dalam pembangunan kandang adalah 1) pengontrolan ternak secara langsung, 2) menurunkan biaya dan kebutuhan tenaga kerja dalam hal penanganan ternak, 3) keamanan pekerja dan ternaknya, serta 4) memudahkan peternak dalam memberikan treatment  pada ternaknya (Susilorini, 2008).
Tipe kandang berdasarkan bentuknya ada 2, yaitu kandang tunggal dan kandang ganda. Kandang tunggal terdiri satu baris kandang yang dilengkapi orong jalan dan selokan atau parit. Kandang ganda ada 2 macam yaitu sapi saling berhadapan head to head dan sapi saling bertolak belakang tail to tail yang dilengkapi lorong untuk memudahkan pemberian pakan dan pengontrolan ternak (Ngadiyono, 2007). Fungsi kandang adalah melindungi sapi potong dari gangguan cuaca, tempat sapi beristirahat dengan nyaman, mengontrol agar sapi tidak merusak tanaman di sekitar lokasi, tempat pengumpulan kotoran sapi, melindungi sapi dari hewan pengganggu, dan memudahkan pelaksanaan pemeliharaan sapi tersebut (Abidin, 2006).
Kandang ternak yang baik harus berjarak sekitar 10-20 m dari rumah atau sumber air (Deptan, 2001). Ukuran kandang untuk jantan dewasa yaitu (1,5x2) m/ekor atau (2,5x2) m/ekor, sapi betina dewasa (1,8x2) m/ekor, dan anak sapi (1,5x1) m/ekor.

4.4.           Pakan

Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor ternak yang mampu menyajikan hara atau nutrien yang penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan, reproduksi serta lakasi (Blakely dan Bade, 1994). Sugeng dan Sudarmono (2008) dengan adanya pakan, tubuh hewan akan mampu bertahan hidup dan kesehatan terjamin. Maksud pemberian pakan kepada ternak sapi adalah untuk perawatan tubuh atau kebutuhan pokok hidup dan keperluan berproduksi.
Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting dan bunga (Sugeng, 1998). Menurut Lubis (1992) pemberian pakan pada ternak sebaiknya diberikan dalam keadaan segar. Pemberian pakan yang baik diberikan dengan perbandingan 60 : 40 (dalam bahan kering ransum), apabila hijauan yang diberikan berkualitas rendah perbandingan itu dapat menjadi 55 : 45 dan hijauan yang diberikan berkualitas sedang sampai tinggi perbandingan itu dapat menjadi 64 : 36 (Siregar 2008).
Konsentrat adalah pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar SK yang relatif rendah dan mudah dicerna (Sugeng dan Sudarmono, 2008). Menurut Darmono (1999) konsentrat adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18%, berasal dari biji- bijian, hasil produk ikutan pertanian atau dari pabrik dan umbi- umbian. Fungsi konsentrat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada pakan lain yang nilai gizinya rendah (Sugeng, 1998).
Kebutuhan zat pakan sapi tergantung dari berat, fase pertumbuhan atau reproduksi dan laju pertumbuhan (Rianto dan purbowati, 2010). Ditmbahkan oleh Blakely dan Blade (1994) yang menyatakan bahwa semua jenis ternak pada dasarnya membutuhkan 6 nutrien esensial yang terdiri dari air, protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin.
.
4.5.            Sanitasi dan Pencegahan Penyakit

Manajemen sanitasi adalah suatu proses yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan yag dilakukan untuk mencapai tujuan yang direncanakan, yaitu menjaga kesehatan melalui kebersihan agar ternak bebas dari suatu inveksi penyakit (Sugeng, 1998). Sanitasi dilakukan terhadap ternak, kandang, lingkugan, kandang, perlengkapan dan peralatan kandang serta peternak (Murtidjo, 1990).
Menurut Astiti (2010) prinsip sanitasi yaitu bersih secara fisik, kimiawi, dan mikrobiologi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam sanitasi adalah: ruang dan alat yang disanitasi, monitoring program sanitasi, harga bahan yang digunakan, ketrampulan pekerja dan sifat bahan/produk dimana kegiatan akan dilakukan. Ditambahkan Prihatman (2000) bahwa pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi  dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah: Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi, Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan, Mengusakan lantai kandang selalu kering,  Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.
Tindak pencegahan penyakit pada ternak sapi potong adalah sebagai berikut: hindari kontak dengan ternak sakit, kandang selalu bersih, isolasi sapi yang diduga sakit agar tidak menular ke sapi lain, mengadakan tes kesehatan terutama penyakit Brucellosis dan Tubercollosis, desinfeksi kandang dan peralatan dan vaksinasi teratur. Beberapa penyakit ternak yang sering menyerang sapi seperti : Antrax, ngorok, keluron dan lain-lain. Untuk pencegahan penyakit dapat dilakukan vaksinasi secara teratur (Syukur, 2010).
V.                MATERI DAN METODE
Prektek kerja lapangan akan dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2012 sampai 1 April 2012 di penggemukan sapi potong milik bapak Slamet.
5.1.            Materi

Materi yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan ini adalah sapi potong yang terdapat di peternakan milik bapak Slamet, kecamatan gunung pati kota semarang berjumlahh 80 ekor. Alat yang digunakan adalah meteran yang digunakan untuk mentaksir bobot badan, sebab di peternakan milik bapak Slamet tidak terdapat timbangan ternak. Timbangan untuk menimbang pakan, kamera untuk mengambil gambar kandang yang digunakan, alat perlengkapan kandang seperti sapu, ember, sekop dan gayung, serta alat tulis yang digunakan untuk mencatat data.

5.2.            Metode
Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan selama enam mingggu. Metode yang digunakan dalam praktek kerja lapangan adalah dengan cara partisipasi aktif pada semua kegiatan di peternakan ini selama kurun waktu tersebut, juga dilakukan pengambilan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh denga cara mengambil hasil data sapi potong lepas satu flock, serta pengamatan, wawancara, dan evaluasi semua kegiatan di peternakan tersebut khususnya dalam bidang manajemen produksi. Data primer yang diamati meliputi jenis bakalan, asal pakan, jumlah pakan dan bobot badan merupakan data yang diperoleh secara langsung. Sedangkan Pertambahan bobot Badan Harian (PBBH), konsumsi Bahan Kering (BK), konversi pakan, efisiensi pakan dan Feed Cost per Gain erupakan data yang diperoleh setelah mengalami pengolahan secara perhitungan. data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan perusahaan atau lembaga-lembaga terkait. Data yang akan diambil meliputi keadaan umum perusahaan, diantaranya alamat, sejarah, luas tanah dan bangunan dan lingkungan yang terkait dengan fisiologis ternak. Data lain yang diambil adalah perkandangan yang diantaranya adalah ukuran kandang, tipe dan bahan yang digunakan serta peralatan perkandangan. Pengamatan yang dilakukan adalah tentang pakan, diantaranya tentang bahan pakan yang digunakan, metode pemberian dan pakan tambahan yang digunakan. Mengenai ketenagakerjaan, data yang akan diambil diantaranya adalah struktur organisasi, jadwal kerja, gaji tenaga kerja dan pembagian kerja. data tentang sanitasi dan pencegahan penyakit yang akan diambil adalah tentang jadwal vaksinasi, perlakuan terhadap ternak yang sakit, obat yang digunakan dan penanganan limbah serta data recording perusahaan. Konsumsi pakan diukur dengan mengurangkan sisa dengan jumlah pemberian. Untuk konsumsi dalam BK, dihitung dengan mengukur kadar air dari sample pakan yang diberikan ke sapi. Data tersebut akan ditabulasikan dan digunakan dalam pembahasan hasil PKL secara deskriptif.
Daftar Pustaka
Abidin, Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong. PT Agro Media Pustaka. Jakarta.
Astiti, L.G.S., 2010. Manajemen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Pada Ternak Sapi. BPTP NTB, Nusa Tenggara Barat. Akses melalui http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/pu/psds/Penyakit.pdf pada 20 Januari 2011.
Blakely, J. and D.H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada university Press.Yogyakarta (Diterjeahkan oleh B. Srigandono)
Darmono. 1999. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, Yogyakarta
Departemen Pertanian. 2001. Penggemukan Sapi Potong Sistem Kereman. Jakarta. Akses melalui http://www.deptan.go.id pada 20 Januari 2011.
Kearl, L. C. 1982. Nutrien Requirements of Ruminants in Developing Countries. International Feedstuffs Institute Utah Agricultural Experiment Station Utah State University. Logan
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.
Murtidjo, B. A. 1990. Beternak sapi Potong. Cetakan Ke-1. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Ngadiyono, N. 2007. Beternak Sapi. PT Citra Aji Pratama, Yogyakarta
Prihatman, K. 2000. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas. Akses melalui http://www.ristek.go.id 14 Januari 2012.
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan I. Penebar
               Swadaya. Jakarta
Sosroamidjojo, A. 1997. Ternak Potong dan Kerja. CV. Yasaguna, Jakarta.
Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.
 Sugeng, Y.B. 1998. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sudarmono, A. S. dan B. Sugeng. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susilorini, E. T. 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Syukur. D. A., 2010. Beternak Sapi Potong. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Bandar Lampung.
Tillman, A. D.,H, Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, H. Hartadi dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.





Susunan Kegiatan Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan
Pembahasan
Januari
Februari
Maret
 April
Mei
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
Persiapan
*
*
*
*
















Pengambilan Data






*
*
*
*
*
*








Analisis Data










*
*
*
*






Penyusunan Laporan












*
*
*
*
*
*
*

Ujian Akhir



















*

Keterangan :
1 : Minggu pertama
2 : Minggu kedua
3 : Minggu Ketiga
4 : Minggu Keempat


JUDUL : MANAJEMEN TATALAKSANA PEMELIHARAAN SAPI POTONG MILIK BAPAK SLAMET DI KECAMATAN GUNUNG PATI KOTA SEMARANG
I.         Latar Belakang
Usaha penggemukan sapi di Indonesia saat ini sangat berkembang dilihat dengan semakin banyaknya masyarakat maupun daerah yang mengusahakan penggemukan sapi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang diikuti peningkatan penghasilan per kapita menjadikan masyarakat semakin menyadari arti gizi yang menyebabkan pergeseran pola makan masyarakat dari mengkonsumsi kabrohidrat ke protein (hewani), berupa daging, telur dan susu. Sapi memberikan peran yang sangat besar (khususnya ternak ruminansia) dalam memproduksi bahan makanan protein hewani yang dibutuhkan bagi peningkatan mutu sumber daya manusia, namun besarnya biaya dalam pakan sangat dirasakan oleh peternak serta lahan penanaman hijauan terus mengalami penurunan. Untuk mendukung produksi sapi harus diupayakan mencari pakan alternatif yang potensial, murah dan mudah didapat serta selalu tersedia.
Sistem pemeliharaan ternak sapi di Indonesia pada umumnya adalah tradisional, dimana pemberian pakan tergantung pada hijauan tanaman pakan ternak yang tersedia di alam dengan sedikit atau tidak ada pakan tambahan.  Hal ini akan menyebabkan produksi sapi rendah. Salah satu untuk mengatasinya adalah dengan memperbaiki kualitas pakan, namun pakan komersil yang berkualitas harganya relatif mahal, disamping itu penggunaan pakan komersil tidak selalu menjamin penambahan pendapatan dari usaha penggemukan tersebut. Maka untuk itu perlu dicari bahan pakan yang relatif murah dan mengandung nilai nutrisi yang baik serta mudah diperoleh.
Tatalaksana pemeliharaan sapi potong meliputi pemilihan bakalan sapi potong, sistem penggemukan, kandang, pakan, pemberian pakan serta minum, sanitasi dan pencegahan penyakit serta tenaga kerja.


II.                     Tujuan
Tujuan dari praktek kerja lapangan ini adalah untuk mengetahui secara langsung tatalaksana pemeliharaan sapi potong dari pemilihan bakalan, sistem penggemukan, perkandangan, sanitasi dan pencegahan penyakit, kebutuhan ternak, pemberian pakan dan minum ternak hingga tenaga kerja di peternakan arum sari Kec Gunung pati kota semarang.
III.              Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari praktek kerja lapangan adalah dapat mengetahui setra mendalami materi tentang tatalaksana pemeliharaan sapi potong, sehingga mendapat tambahan wawasan dan ketrampilan selain pembelajaran di perkuliahan.
IV.                  Tinjauan Pustaka
4.1.            Sapi Potong

Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi pedaging adalah seperti berikut: tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa, efisiensi pakannya tinggi (Santosa, 1995). Menurut Abidin (2006) sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara ntuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi-sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan badan ideal untuk dipotong.
Sistem pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi 3, yaitu sistem pemeliharaan ekstensif, semi intensif dan intensif. Sistem ekstensif semua aktivitasnya dilakukan di padang penggembalaan yang sama. Sistem semi intensif adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan disediakan oleh peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif. Sementara sistem intensif adalah sapi-sapi dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh peternak (Susilorini, 2008). Kriteria pemilihan sapi potong yang baik adalah : sapi dengan jenis kelamin jantan atau jantan kastrasi, umur sebaiknya 1,5-2,5 tahun atau giginya sudah poel satu, mata bersinar, kulit lentur, sehat, nafsu makan baik, bentuk badan persegi panjang, dada lebar dan dalam, temperamen tenang, dari bangsa yang mudah beradaptasi dan berasal dari keturunan genetik yang baik (Ngadiyono, 2007).
4.2.            Sistem Penggemukan
Program penggemukan merupakan suatu program yang menonjol kekhususannya dalam industri daging(beef). Tujuan penggemukan adalah untuk memperbaiki kualitas karkas/daging (Susilorini, 2008). Berbagai cara penggemukan yang telah lama muncul dan berkembang di berbagai negara maju dan sampai saat ini masih dilaksanakan oleh peternak adalah dry lot fattering, pasture fattering dan sistem kereman (Sugeng, 1998).
Pasture fattening ialah cara penggemukan yang dilakukan dengan jalan menggembalakan di padang rumput (pasture) yang luas. Penggemukan secara ini hanya dapat dilakukan di daerah yang mempunyai padang rumput yang luas dan rumput yang berkualitas baik tiap areal ditemtukan daya tampungnya dan lamanya
Dapat digembalai (carrying capacity) sehingga tidak terjadi overgrazing (Sostroamidjojo, 1997). Dijelaskan lebih lanjut oleh Rianto dan purbowati (2010) yang menyatakan bahwa sistem pemeliharaan pasture fattening labih murah dibanding drylot fattening karena biaya pakan dan tenaga kerja yang dibutuhkan tidak terlalu banyak namun waktu yang dibutuhkan oleh sapi untuk mencapai bobot badan yang diinginkan lebih lama.
Drylot fattening adalah cara penggemukan yang dilakukan dengan jalan mengutamakan pemberian pakan dengan mempergunakan biji-bijian seperti jagung, kacang-kacangan, gandum, dan sebagainya (Sostroamidjojo, 1997). Rianto dan purbowati (2010) menambahkan bahwa pada sistem drylot fattening, sapi yang digemukkan ditempatkan dalam kandang sepanjang waktu. Pakan hijauan dan konsentrat diberikan kepada sapi di dalam kandang. di Jawa Tengah terdapat metode penggemukan yang disebut kereman, metode ini sebenarnya merupakan bentuk dari metode drylot fattening.
Sistem penggemukan yang ketiga adalah kombinasi dari pasture fattening dan drylot fattening. Penggemukan sistem ini dilakukan dengan dua cara yaitu pada musim penghujan saat hijauan berlimpah, sapi digembalakan di padang rumput.  Sementara pada musim kemarau, sapi dikandangkan dan dipelihara sacara drylot fattening (Rianto dan purbowati, 2010).
Keberhasilan usaha ternak sapi potong ini antara lain juga sangat tergantung dari bakalan yang memenuhi syarat. Berbagai kriteria yang pada umumnya digunakan untuk memilih sapi bakalan adalah sebagai berikut : umur sapi, bangsa sapi, jenis kelamin, ukuran kerangka, bobot lahir, faktor genetis, kesehatan (Sugeng dan Sudarmono, 2008).
4.3.            Perkandangan
Kandang sebagai tempat tinggal sapi pada sepanjang waktu harus diperhatikan oleh peternak. Bangunan kandang sebagai salah satu faktor lingkungan hidup ternak harus bisa memberikan jaminan hidup yang sehat dan nyaman, sesuai dengan tuntutan hidup mereka (Sugeng dan Sudarmono, 2008). Alasan utama dalam pembangunan kandang adalah 1) pengontrolan ternak secara langsung, 2) menurunkan biaya dan kebutuhan tenaga kerja dalam hal penanganan ternak, 3) keamanan pekerja dan ternaknya, serta 4) memudahkan peternak dalam memberikan treatment  pada ternaknya (Susilorini, 2008).
Tipe kandang berdasarkan bentuknya ada 2, yaitu kandang tunggal dan kandang ganda. Kandang tunggal terdiri satu baris kandang yang dilengkapi orong jalan dan selokan atau parit. Kandang ganda ada 2 macam yaitu sapi saling berhadapan head to head dan sapi saling bertolak belakang tail to tail yang dilengkapi lorong untuk memudahkan pemberian pakan dan pengontrolan ternak (Ngadiyono, 2007). Fungsi kandang adalah melindungi sapi potong dari gangguan cuaca, tempat sapi beristirahat dengan nyaman, mengontrol agar sapi tidak merusak tanaman di sekitar lokasi, tempat pengumpulan kotoran sapi, melindungi sapi dari hewan pengganggu, dan memudahkan pelaksanaan pemeliharaan sapi tersebut (Abidin, 2006).
Kandang ternak yang baik harus berjarak sekitar 10-20 m dari rumah atau sumber air (Deptan, 2001). Ukuran kandang untuk jantan dewasa yaitu (1,5x2) m/ekor atau (2,5x2) m/ekor, sapi betina dewasa (1,8x2) m/ekor, dan anak sapi (1,5x1) m/ekor.
Arah kandang sedapat mungkin bagi bangunan kandang tunggal dibangun menghadap ke timur dan kandang ganda membujur ke arah utara selatan, sehingga memungkinkan sinar matahari pagi bisa masuk ke dalam ruangan atau lantai kandang secara leluasa (Sugeng dan Sudarmono, 2008).
4.4.           Pakan

Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor ternak yang mampu menyajikan hara atau nutrien yang penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan, penggemukan, reproduksi serta lakasi (Blakely dan Bade, 1994). Sugeng dan Sudarmono (2008) dengan adanya pakan, tubuh hewan akan mampu bertahan hidup dan kesehatan terjamin. Maksud pemberian pakan kepada ternak sapi adalah untuk perawatan tubuh atau kebutuhan pokok hidup dan keperluan berproduksi.
Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting dan bunga (Sugeng, 1998). Menurut Lubis (1992) pemberian pakan pada ternak sebaiknya diberikan dalam keadaan segar. Pemberian pakan yang baik diberikan dengan perbandingan 60 : 40 (dalam bahan kering ransum), apabila hijauan yang diberikan berkualitas rendah perbandingan itu dapat menjadi 55 : 45 dan hijauan yang diberikan berkualitas sedang sampai tinggi perbandingan itu dapat menjadi 64 : 36 (Siregar 2008).
Konsentrat adalah pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar SK yang relatif rendah dan mudah dicerna (Sugeng dan Sudarmono, 2008). Menurut Darmono (1999) konsentrat adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18%, berasal dari biji- bijian, hasil produk ikutan pertanian atau dari pabrik dan umbi- umbian. Fungsi konsentrat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada pakan lain yang nilai gizinya rendah (Sugeng, 1998).
Kebutuhan zat pakan sapi tergantung dari berat, fase pertumbuhan atau reproduksi dan laju pertumbuhan (Rianto dan purbowati, 2010). Ditmbahkan oleh Blakely dan Blade (1994) yang menyatakan bahwa semua jenis ternak pada dasarnya membutuhkan 6 nutrien esensial yang terdiri dari air, protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin.
Bobot badan mempunyai hubungan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi, hubungan tersebut adalah setiap pertambahan bobot badan per 100 kg konsumsi bahan kering ternak bertambah 1,07kg (Tillman et al., 1998). Sapi potong yang dipelihara dengan bobot badan 350kg dengan PBBH 0,75kg membutuhkan TDN sebesar 4,8kg. Kebutuhan mineral Ca dan P untuk ternak yang dipelihara dengan bobot badan 300kg dan PBBH 0,75kg adalah 23g Ca dan P 18g P (Kearl, 1982).
4.5.            Sanitasi dan Pencegahan Penyakit

Manajemen sanitasi adalah suatu proses yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan yag dilakukan untuk mencapai tujuan yang direncanakan, yaitu menjaga kesehatan melalui kebersihan agar ternak bebas dari suatu inveksi penyakit (Sugeng, 1998). Sanitasi dilakukan terhadap ternak, kandang, lingkugan, kandang, perlengkapan dan peralatan kandang serta peternak (Murtidjo, 1990).
Menurut Astiti (2010) prinsip sanitasi yaitu bersih secara fisik, kimiawi, dan mikrobiologi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam sanitasi adalah: ruang dan alat yang disanitasi, monitoring program sanitasi, harga bahan yang digunakan, ketrampulan pekerja dan sifat bahan/produk dimana kegiatan akan dilakukan. Ditambahkan Prihatman (2000) bahwa pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi  dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah: Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi, Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan, Mengusakan lantai kandang selalu kering,  Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.
Tindak pencegahan penyakit pada ternak sapi potong adalah sebagai berikut: hindari kontak dengan ternak sakit, kandang selalu bersih, isolasi sapi yang diduga sakit agar tidak menular ke sapi lain, mengadakan tes kesehatan terutama penyakit Brucellosis dan Tubercollosis, desinfeksi kandang dan peralatan dan vaksinasi teratur. Beberapa penyakit ternak yang sering menyerang sapi seperti : Antrax, ngorok, keluron dan lain-lain. Untuk pencegahan penyakit dapat dilakukan vaksinasi secara teratur (Syukur, 2010).
V.                MATERI DAN METODE
Prektek kerja lapangan akan dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2012 sampai 1 April 2012 di penggemukan sapi potong milik bapak Slamet.
5.1.            Materi

Materi yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan ini adalah sapi potong yang terdapat di peternakan milik bapak Slamet, kecamatan gunung pati kota semarang berjumlahh 80 ekor. Alat yang digunakan adalah meteran yang digunakan untuk mentaksir bobot badan, sebab di peternakan milik bapak Slamet tidak terdapat timbangan ternak. Timbangan untuk menimbang pakan, kamera untuk mengambil gambar kandang yang digunakan, alat perlengkapan kandang seperti sapu, ember, sekop dan gayung, serta alat tulis yang digunakan untuk mencatat data.

5.2.            Metode
Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan selama enam mingggu. Metode yang digunakan dalam praktek kerja lapangan adalah dengan cara partisipasi aktif pada semua kegiatan di peternakan ini selama kurun waktu tersebut, juga dilakukan pengambilan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh denga cara mengambil hasil data sapi potong lepas satu flock, serta pengamatan, wawancara, dan evaluasi semua kegiatan di peternakan tersebut khususnya dalam bidang manajemen produksi. Data primer yang diamati meliputi jenis bakalan, asal pakan, jumlah pakan dan bobot badan merupakan data yang diperoleh secara langsung. Sedangkan Pertambahan bobot Badan Harian (PBBH), konsumsi Bahan Kering (BK), konversi pakan, efisiensi pakan dan Feed Cost per Gain erupakan data yang diperoleh setelah mengalami pengolahan secara perhitungan. data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan perusahaan atau lembaga-lembaga terkait. Data yang akan diambil meliputi keadaan umum perusahaan, diantaranya alamat, sejarah, luas tanah dan bangunan dan lingkungan yang terkait dengan fisiologis ternak. Data lain yang diambil adalah perkandangan yang diantaranya adalah ukuran kandang, tipe dan bahan yang digunakan serta peralatan perkandangan. Pengamatan yang dilakukan adalah tentang pakan, diantaranya tentang bahan pakan yang digunakan, metode pemberian dan pakan tambahan yang digunakan. Mengenai ketenagakerjaan, data yang akan diambil diantaranya adalah struktur organisasi, jadwal kerja, gaji tenaga kerja dan pembagian kerja. data tentang sanitasi dan pencegahan penyakit yang akan diambil adalah tentang jadwal vaksinasi, perlakuan terhadap ternak yang sakit, obat yang digunakan dan penanganan limbah serta data recording perusahaan. Konsumsi pakan diukur dengan mengurangkan sisa dengan jumlah pemberian. Untuk konsumsi dalam BK, dihitung dengan mengukur kadar air dari sample pakan yang diberikan ke sapi. Data tersebut akan ditabulasikan dan digunakan dalam pembahasan hasil PKL secara deskriptif.
Daftar Pustaka
Abidin, Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong. PT Agro Media Pustaka. Jakarta.
Astiti, L.G.S., 2010. Manajemen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Pada Ternak Sapi. BPTP NTB, Nusa Tenggara Barat. Akses melalui http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/pu/psds/Penyakit.pdf pada 20 Januari 2011.
Blakely, J. and D.H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada university Press.Yogyakarta (Diterjeahkan oleh B. Srigandono)
Darmono. 1999. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, Yogyakarta
Departemen Pertanian. 2001. Penggemukan Sapi Potong Sistem Kereman. Jakarta. Akses melalui http://www.deptan.go.id pada 20 Januari 2011.
Kearl, L. C. 1982. Nutrien Requirements of Ruminants in Developing Countries. International Feedstuffs Institute Utah Agricultural Experiment Station Utah State University. Logan
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.
Murtidjo, B. A. 1990. Beternak sapi Potong. Cetakan Ke-1. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Ngadiyono, N. 2007. Beternak Sapi. PT Citra Aji Pratama, Yogyakarta
Prihatman, K. 2000. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas. Akses melalui http://www.ristek.go.id 14 Januari 2012.
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan I. Penebar
               Swadaya. Jakarta
Sosroamidjojo, A. 1997. Ternak Potong dan Kerja. CV. Yasaguna, Jakarta.
Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sugeng, Y.B. 1998. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sudarmono, A. S. dan B. Sugeng. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susilorini, E. T. 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Syukur. D. A., 2010. Beternak Sapi Potong. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Bandar Lampung.
Tillman, A. D.,H, Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, H. Hartadi dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.





Susunan Kegiatan Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan
Pembahasan
Januari
Februari
Maret
 April
Mei
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
Persiapan
*
*
*
*
















Pengambilan Data






*
*
*
*
*
*








Analisis Data










*
*
*
*






Penyusunan Laporan












*
*
*
*
*
*
*

Ujian Akhir



















*

Keterangan :
1 : Minggu pertama
2 : Minggu kedua
3 : Minggu Ketiga
4 : Minggu Keempat